PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi
lebih baik. Namun apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan intelektual
semata tanpa membangun karakter peserta didiknya. Hasilnya adalah kerusakan
moral dan pelanggaran nilai-nilai yang ada pada norma yang berlaku. Hal seperti
ini, menjadikan manusia mempunyai akal tapi tak mempunyai kepribadian.
Dalam hal ini,
urgensi pendidikan karakter kiranya adalah jawaban bagi kondisi pendidikan
seperti ini. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia dini diharapkan
persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering menjadi
keprihatinan bersama. Dengan kepentingan itulah, makalah ini kami buat. Selain
untuk memenuhi tugas tersturktur dan pentingnya pendidikan bagi kita semua.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan pendidikan informal, formal dan nonformal?
2.
Apa
saja yang menjadi pola-pola kegiatan sosial pendidikan?
3.
Bagaimana
sikap guru terhadap siswa dan implikasinya terhadap tugas/peranan guru?
C.
TUJUAN
1.
Dapat
memberikan pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
2.
Dapat
memberikan pengetahuan tentang pengertian pola-pola kegiatan sosial pendidikan
3.
Memperjelas
bagaiamana peranan seorang guru terhadap siswa
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Informal, Formal, dan Nonformal
1.
Pendidikan
Informal
Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal
diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Terjadi didalam lingkungan dan
keluarga.
Contihnya
dalam hal :
a.
Agama
b.
Budi
pekerti
c.
Etika
d.
Sopan
santun
e.
Moral,
dan
f.
Sosialisasi
dalam contoh yang telah dibeutkan tadi, semuanya penting untuk
dilakukan apalagi dalam pembentukan karakter seorang anak harus ditanamkan
semenjak usia dini. Dalam hal sosialisasi juga perlu diperhatikan dengan
keadaan lingkungan kita bagaiman anak itu bergaul dan berinteraksi dengan yang
lainnya.
2.
Pendidikan
Formal
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang. Terdiri atas pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan
formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. Satuan
pendidikan penyelenggara diantaranya:
a.
Taman
kanak-kanak (TK)
b.
Raudatul
Athfal (RA)
c.
Sekolah
Dasar (SD)
d.
Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
e.
Sekolah
Mmenengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
f.
Perguruan
Tinggi (Akademik, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, Universitas)
Sekolah
memiliki sturktur yang didukung oleh berbagai unsur dan komponen. Fungsi
pendidikan sekolah :
a.
Fungsi
transmisi kebudayaan masyarakat
b.
Fungsi
sosialisasi (memilih dan mengerjakan peranan social)
c.
fungsi
integritasi social
d.
fungsi
mengembangkan kepribadian individu atau anak
e.
fungsi
mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
f.
fungsi
inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaan
3.
Pendidikan
Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur ppendidikan diluar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara tersturktur dan berjenjang. Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.
Sasaran pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Fungsi pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap kepribadian profesional.
Jenis
pendidikan nonformal meliputi :
a.
pendidiikan
kecakapan hidup,
b.
pendidikan anak usia dini,
c.
pendidikan kepemudaan,
d.
pendidikan
pemberdayaan perempuan,
e.
pendidikan
kesetaraan,
f.
pendidikan
keterampilan, dan
g.
pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi :
a.
Paket
A
b.
Paket
B
c.
Paket
C
Serta pendidikan lain yang ditunjukkan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik seperti:
a.
Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
b.
Lembaga
Khusus
c.
Lembaga
Pletihan
d.
Kelompok
Belajar
e.
Majelis
Taklim
f.
Sanggar
Serta
penddidikan lain yang ditujukan untuk mengemangkan kemampuan peserta didik.
Satuan
pendidikan penyelenggara, kelompok bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA),
Lembaga kursus, sanggar, Lembaga Pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, majelis taklim.
Kursus dan pelatiha diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan
bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam hal ini,
pendidikan tidak bisa lepas dari masyarakat dan kebudayaan. Ada hubungan timbal
balik antara semua ini. Dalam hubungan keadaan serta harapan masyarakatnya,
masyarakat dan kebudayaan pranata memiliki fungsi utama, yaitu :
a.
Fungsi
Konservasi
b.
Fungsi
inovasi/kreasi/transformasi
B.
Pola-pola
Kegiatan Sosial Pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan, jenis pola kegiatan sosial pendidikan
yang diharapkan terjadi adalah jenis pola transaksional. Adapun dalam kegiatan
sosial pendidikan pola transaksional tersebut diharapkan tercipta pola dasar
hubungan transaksional jenis yang ke empat yaitu I’am OK – You are OK, artinya
bahwa guru mau melaksanakan pendidikan dan siswa pun mau melaksanakan
pendidikan.
Menurut
Sulipan ada tiga Pola kegiatan sosial pendidikan, diantaranya yaitu:
Ada tiga pola kegiatan social
dalam pendidikan , yaitu (a) Pola Nomothetis (The nomothetic style); (b)
pola idiografis (the idiografic style), dan (c) pola transaksional (the
transactional style).
a.
Pola Nomothetis
Pola nomothetis lebih menekankan pada
dimensi tingkah laku yang bersifat normatif atau nomothetis, dengan demikian
pendidikan lebih mengutamakan pada tuntutan-tuntutan instiitusi (pranata),
peranan yang seharusnya (ascribed role) dan harapan-harapan atau cita-cita
social, dari pada tuntutan-tuntutan yang bersifat perorangan, kepribadian
dan kebutuhan individu. Dalam hal ini pendidikan dibataskan sebagai
urusan mewariskan milik social kepada generasi muda, pendidikan adalah proses
sosialisasi individu ( socialization of personality). Hal ini menimbulkan
aliran sosiologisme dalam pendidikan.
b.
Pola
Idiografis
Pola Idiografis lebih mnekankan pada dimesnsi
tingkah laku yang bersifat tuntuitan individual, kepribadian dan
persorangan. Pendidikan dibataskan sebagai urusan membantu seseorang
mengembangkan kepribadiannya seoptimal mungkin. Pendidikan adalah personalisasi
peranan ( personalization of role). Hal ini menumbuhkan Psikologisme dalam pendidikan
atau developmentalisme.
c.
Pola
Transaksional
Pola transaksional berusaha menjembatani
antara pola nomothetis dan pola idiografis, hal ini berarti menjembatani
anatara tuntutan, harapan dan peranan social dengan tuntutan, kebutuhan
dan individual. Pola transaksional memandang pendidikan sebagai sebuah
sistem social yang mengndung ciri-ciri bahwa:
(1)
setiap individu mengenali betul tujuan system sehingga tujuan tersebut
menjadi bagian dari kebutuhan dirinya,
(2)
setiap indiiviidu yakin bahwa harapan-harapan social yang dikenakan pada
dirinya masuk akal untuk dapat dicapainya, dan (3) setiap individu merasa bahwa
dia termasuk dalam sebuah kelompok dengan suasana emosional yang sama.
C.
Pola Sikap
Guru kepada Siswa dan Implikasinya terhadap Fungsi dan Tipe Guru
David hargreaves mengemukakan tiga
kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya serta implikasinya terhadap
fungsi dan tipe/kategori guru:
a.
Guru berasumsi
bahwa muridnya belum menguasai kebudayaan, sedangkan pendidikan diartikan
sebagai enkulrurasi (pembudayaan). Implikasinya maka tugas dan fungsi guru
adalah menggiring muridnya untuk mempelajari hal-hal yang dipilihkan guru. Tipe
guru ini dinamakan sebagai penjinak atau penggembala singa.
b.
Guru berasumsi
bahwa muridnya mempunyai dorongan untuk belajar yang harus mengahadapi materi
yang baru, cukup berat dan kurang menarik. Implikasinya tugas guru adalah
membuat pengajaran menjadi menyenangkan, menarik, dan mudah. Tipe guru ini
dinamakan sebagai penghibur atau entertainer.
c.
Guru berasumsi
bahwa muridnya mempunyai dorongan
belajar dan ditambah dengan harapan mampu menggali sumber belajar.
Implikasinya guru harus memberikan kebebasan yang cukup luas kepada muridnya.
Tipe guru ini dinamakan sebagai guru romantik.
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan
demikian, pengaruh sosial terhadap pendidikan adalah merupakan bentuk
pendidikan yang bersamaan dalam kehidupan. Pendidikan merupakan aspek
kehidupan.
Karena itu
sistem pendidikan dengan sistem lainnya dalam masyarakat mempunyai hubungan yang erat, pendidikan mempengaruhi
dn dipengaruhi oleh sosial, ekonomi, kebudayaan, agama, politik dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dahlan,MD.,(1984),
Model-model Mengajar ; Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar, Bandung,
CV. Diponegoro
2.
http;//lunnablog-luna.blogspot.com/2010/10/landasan-pendidikan.html
3.
http://id.shvoong.com/sosial-sciences/education/2127953-pola-pola-pendidikan/#ixzz2CpPVJYrl
No comments:
Post a Comment