Kedudukan Perempuan Dalam Perspektif
Islam
Ajaran Islam dan pemerintahan Republik
Islam memandang kaum perempuan dengan kacamata takzim, rasional dan
berorientasi pada maslahat. Islam memandang perempuan, laki-laki dan semua
makhluk dengan pandangan realistis dan sejalan dengan fitrah dan bawaan alamiah
masing-masing. Islam tidak menghendaki siapapun berbuat sesuatu lebih dari
kemampuan yang dimilikinya.
Untuk mengetahui deskripsi Islam tentang
kedudukan kaum perempuan, ada tiga persepktif yang patut diperhatikan.
Pertama, peran perempuan sebagai manusia
yang menjalani perfeksi spiritual. Dari aspek ini, perempuan sama sekali tidak
berbeda dengan laki-laki. Dalam sejarah, tak kurang tokoh besar yang berasal
dari kaum hawa sebagaimana tokoh dari kaum adam.
Kedua, peran perempuan di bidang sosial,
politik, ekonomi dan sains. Dalam pandangan Islam, semua pintu di bidang-bidang
ini terbuka lebar bagi kaum perempuan. Syariat Islam tidak membenarkan siapapun
melarang perempuan terlibat di dunia akademi, ekonomi, politik dan sosial.
Perempuan boleh berpartisipasi di semua bidang ini sejauh kemampuan fisik dan
kebutuhannya. Syariat tidak mengharamkan partisipasi perempuan. Hanya saja,
karena secara fisik perempuan lebih lemah daripada laki-laki maka ada ketentuan-ketentuan
khusus menyangkut perempuan. Pelimpahan pekerjaan berat terhadap perempuan
dinilai sebagai tindakan zalim. Islam tidak menganjurkan dan tidak melarang
perempuan bekerja berat. Dalam sebuah hadits disebutkan;
اَلْمَرْأَةُ رَيْحَانَةٌ وَ لَيْسَتْ بِقَهْرَمَانَةٍ
“Perempuan adalah bunga dan bukan
pelayan.”
Ungkapan ini ditujukan kepada kaum
laki-laki bahwa perempuan dalam rumah tangga adalah ibarat bunga yang harus
diperlakukan dengan lemah lembut. Perempuan bukanlah bawahan atau pelayan yang
dapat diserahi pekerjaan-pekerjaan berat. Salah jika pria menentukan syarat,
misalnya, terhadap perempuan supaya bekerja dan berpenghasilan untuk dapat
dinikahinya. Karena meskipun tidak mengharamkan, Islam tidak menganjurkan
demikian. Tidak benar anggapan bahwa syariat melarang perempuan terlibat di
bidang ekonomi dan sosial. Yang benar adalah bahwa Islam hanya tidak
menganjurkan perempuan ditekan supaya bekerja keras di bidang ekonomi, sosial
dan politik. Islam bersikap moderat. Artinya, Islam tidak melarang perempuan
terlibat dalam bidang-bidang tersebut selagi memiliki kesempatan, berminat dan
pekerjaan itu tidak mengusik kewajibannya merawat dan mendidik anak. Islam
hanya melarang pemaksaan perempuan supaya bekerja dan mendapat penghasilan agar
ikut andil dalam membiayai pengeluaran rumah tangga.
="justify">Saya berpesan kepada semua keluarga agar membiarkan
anak-anak gadisnya mengenyam pendidikan. Dengan alasan taat kepada agama, orang
tua jangan sampai beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu mengenyam
pendidikan tinggi. Agama tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam
kewajiban menuntut ilmu. Jika anak laki-laki kuliah, maka anak perempuan juga
harus demikian. Anak perempuan harus mengasah ilmu, memperluas wawasan,
menyadari dan mengapresiasi jatidirinya supaya terungkap bahwa propaganda kotor
kaum arogan dunia tentang kaum perempuan sama sekali tidak berdasar. Semua ini
bisa dicapai dengan pendidikan.
Ketiga, aspek status perempuan sebagai
anggota rumah tangga. Aspek ini lebih penting daripada yang lain. Islam tidak
membolehkan suami memaksakan sesuatu kepada isterinya. Demi hikmah dan
maslahat, Islam membatasi hak dan kewenangan suami. Siapapun pasti akan respek
terhadap ketentuan ini jika ketentuan ini terdeskripsikan dengan baik. Isteripun
juga dibatasi haknya demi maslahat. Suami dan isteri masing-masing memiliki
karakter, perilaku dan naluri yang berbeda satu sama lain. Jika perbedaan
karakter ini tersalurkan dengan benar dalam rumah tangga, maka suami dan isteri
akan menjadi pasangan yang sempurna, sinergis dan harmonis. Jika suami atau
isteri bersikap sewenang-wenang, keseimbangan rumah tangga akan kacau. Dalam
pandangan Islam, pasangan laki-laki dan perempuan ibarat dua sisi pintu,
sepasang mata, dua benteng pertahanan dalam perjuangan hidup atau dua mitra
dalam sebuah usaha. Namun, masing-masing memiliki bawaan dan karakter yang
berbeda, baik secara fisik maupun mental dan naluri. Jika dua manusia yang
berbeda jenis ini hidup berdampingan sesuai ketentuan yang diajarkan Islam maka
rumah tangga akan langgeng, harmonis, penuh berkah dan produktif.
Islam menempatkan setiap manusia pada
posisi dan martabat sejati masing-masing, termasuk mereka yang dipekerjakan
secara sewenang-wenang, terutama perempuan, oleh orang-orang yang memiliki kekuatan,
baik fisik maupun dana. Dalam beberapa hal, perempuan bahkan disejajarkan
dengan laki-laki sebagaimana disebutkan dalam firman Ilahi;
إِنَّ
الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ
وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ
وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ
وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ
كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا.
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan
yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang
tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar.” (QS.33.35)
Islam mengajarkan kesetaraan antara
muslimin dan muslimat, hamba laki-laki dan perempuan. Islam menyejajarkan
perempuan dengan laki-laki dalam hal derajat spiritual dan martabat kemanusiaan.
Allah SWT juga berfirman:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً
طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS.16.97)
Dalam beberapa hal lagi, Islam bahkan
lebih mengutamakan perempuan daripada laki-laki. Contohnya, seorang anak lebih
diutamakan berbakti kepada ibunya daripada ayahnya. Ibu memiliki hak yang lebih
besar atas anaknya, dan anak memikul kewajiban yang lebih besar untuk berbakti
kepada ibunya daripada kepada ayahnya. Seseorang pernah bertanya kepada
Rasulullah; “Kepada siapa saya harus berbakti?” Rasul menjawab; “Ibumu.” Orang
itu bertanya sampai tiga kali, dan Rasul tetap memberikan jawaban yang sama.
Baru ketika orang itu mengulangi pertanyaan tersebut sampai empat kali, Rasul
menjawab; “Ayahmu.” gn="justify">Dengan demikian, dari sisi
kekeluargaan dan hubungan orang tua dengan anaknya, perempuan memiliki hak yang
lebih besar. Namun, pembedaan ini bukan karena Allah SWT menghendaki
pengutamaan suatu golongan atas golongan lainnya begitu saja, melainkan karena
jerih payah perempuan lebih besar daripada laki-laki. Inilah keadilan Ilahi.
Dalam soal hartapun Islam juga
menetapkan ketentuan yang seimbang dan proposional sebagaimana ketentuan hak
keluargaan dan hak asuh keluarga berkenaan dengan tugas pengelolaan keluarga.
Dalam semua persoalan ini, hukum Islam sangat antisipatif terhadap kezaliman
atas perempuan maupun laki-laki. Laki-laki memiliki hak, perempuan juga
memiliki hak. Ada neraca keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini
tentu mudah dipahami oleh siapapun yang memiliki daya nalar dan kepekaan yang
cukup. Banyak buku yang mengulas masalah ini secara detail.
Islam tidak pernah meributkan isu
gender. Yang dikumandangkan Islam adalah keagungan martabat insaniah, etika
kemanusiaan, aktivasi potensi manusia, penunaian tugas masing-masing manusia
atau masing-masing jenis gender manusia sesuai bawaan masing-masing. Islam
sangat mengindahkan perbedaan bawaan dan karakter alami antara laki-laki dan
perempuan. Yang ditekankan oleh Islam adalah keseimbangan. Dengan kata lain,
faktor yang harus diindahkan sepenuhnya adalah keadilan antarmanusia, termasuk
antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan hak memang ada dan diakui oleh
Islam, tapi kesetaraan tidak menutup adanya perbedaan hukum antara laki-laki
dan perempuan, sebagaimana dalam banyak hal terdapat perbedaan karakter dan
bawaan alamiah antara laki-laki dan perempuan. Atas dasar ini, ajaran Islam
adalah ajaran yang paling realistis dan mengindahkan fakta-fakta fitrah dan
bawaan alami yang ada pada laki-laki dan perempuan.
No comments:
Post a Comment